Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Memaknai Puasa dan mensyukuri Nikmat Hidup bagi Ummat Islam

Nyak Musa Husien,SE.M.S.M

Oleh : 
Nyak Musa Husien,SE.M.S.M
Politisi & Pengusaha Properti

Alhamdulillah kita sudah selesai melaksanakan kewajiban berpuasa. Tentu kita kehilangan ditinggalkan oleh satu bulan di mana kita diringankan melaksanakan ibadah dan terasa berat kita melaksanakan maksiat. Tetapi syariat menetapkan agar kita menyambut dengan rasa syukur datangnya Idul Fitri. Tanda kita bersyukur adalah sunnahnya bertakbir, makan sebelum salat id dan memakai pakaian terbaik yang dimiliki.
Ramadhan ini memang unik. Sewaktu datang kita menyambutnya dengan gembira tetapi kepergiannya juga kita antarkan dengan gema takbir tanda syukur bahwa kita telah berhasil menjalankannya. Dari sini saja kita mendapatkan pelajaran penting agar kita selalu menyambut gembira apa yang menjadi ketetapan Allah. Karena itu seorang yang dianggap dekat dengan Allah jika seseorang selalu bahagia, tidak takut dan tidak khawatir semua dijalani dengan penuh rasa syukur.

Perasaan syukur inilah yang menjadi salah satu tujuan kita diperintahkan berpuasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Di dalam surat Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman "Dan agar kamu mengagungkan petunjuk yang sudah diberikan kepadamu dan supaya kalian bersyukur".

Orang yang bersyukur pasti bahagia karena Allah akan menambahkan nikmat jika nikmat itu disyukuri. Di ayat yang lain Allah berfirman "Lainsyakartum la azidannakum walin kafartum innaa azaabii lasyadiid" (QS : Ibrahim ayat 7).

Jika kita bersyukur maka Allah akan menambah kebahagiaan kita menjadi berlipat ganda dan apabila kita kufur nikmat maka sungguh azab Allah sangat pedih. Semesta akan diperintahkan Allah untuk menggaungkan kembali pancaran rasa syukur kita dan mengembalikannya dalam bentuk kebahagiaan berikutnya. Sebaliknya jika kita ingkar nikmat semesta akan diperintahkan untuk mengembalikan keluhan kita dalam bentuk kepedihan. Jadi andai kita merasa hidup kita penuh kepedihan, barangkali karena kita belum bisa mensyukuri nikmat Allah yang sudah diberikan kepada kita. Coba kita syukuri apa yang ada terlebih dahulu, Insyaallah bahagia akan terus menyusulnya.

Terhadap nikmat Allah SWT kita diperintahkan untuk mensyiarkannya untuk memperluas kebahagiaan yang kita miliki sehingga orang lain pun juga merasakan kebahagiaan seperti yang kita rasakan. "Fa amma bini'mati rabbika fahadits" (QS Ad-Dhuha : ayat 11).

Allah menyukai bekas tanda-tanda nikmat yang diberikan kepada kita. Seseorang yang diberikan nikmat harta tanda-tanda nikmatnya adalah bersedekah memperbanyak jariah. Bahkan untuk hal kecil kita diajarkan untuk memperbanyak kuah gulai jika kita memasak agar bisa diberikan kepada tetangga. Hal serupa juga dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Nabiyullah Ibrahim selalu mengajak orang lain untuk makan bersama sebagai cara beliau utuk memperluas nikmat dengan mengajak orang lain untuk bisa merasakan nikmatnya makanan.

Seseorang yang diberikan nikmat atau fadhillah kekuasaan dituntut untuk membuat kebijakan. Agar orang lain mendapatkan manfaat dari nikmat yang diberikan Allah kepada yang diberikan kekuasaan. Kekuasaan haruslah menjadi kekuatan yang menolong sebagaimana dalam surat Al-Isra "Dan anugerahilah aku dari sisimu kekuatan yang menolong".

Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahilham. Jika kita menyadari benar bahwa tujuan berpuasa agar kita bersyukur dan rasa syukur atau bahagia itu harus ditularkan kepada orang lain maka keberhasilan kita berpuasa sebulan penuh akan tampak jika kita selama bulan-bulan berikutnya bisa berbagi kebahagiaan dengan sesama. Di dalam tradisi kita syukuran pasti mengajak orang lain. Tidak disebut syukuran jika beli sendiri dinikmati sendiri. Lebih celaka lagi jika dinikmati sendiri tapi dipertontonkan kepada orang lain. Karena itu, marilah kita terus berbagi kebahagiaan sebagai tanda syukur sekaligus tanda bahwa puasa kita sebulan penuh berhasil kita jalani.

Wassalam..
Nyak Musa Husein,SE.M.S M,
Ketua DPD NASDEM Aceh Timur